Minggu, 23 September 2007

Getuk Goreng Tidak Laku jika Dijual di Kota Lain

Getuk goreng semakin populer setelah salah satu penyanyi langgam gendinggending Jawa, Waljinah, pada tahun 1974 membawakan sebuah lagu berjudul Getuk Goreng. Tohirin mulai diundang mengikuti sejumlah pameran produksi yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah (pemda) setempat.

Diakui Tohirin, beredarnya lagu Getuk Goreng merupakan salah satu promosi yang membuat produknya dikenal di berbagai kota. Pada tahun 1985, getuk goreng memasuki masa jaya. Pesanan dari Semarang, Yogyakarta, dan Jakarta mengalir sehingga banyak orang tertarik pada jenis usaha tersebut. Tohirin sendiri mampu memperbesar usaha dengan menambah jumlah toko menjadi tiga buah. Ketiga toko berlabel "Getuk Goreng Asli Haji Tohirin", yang kemudian diberikan kepada tiga anaknya yaitu Waryati, Slamet Lukito, dan Warsuti. Kini, keluarga Tohirin memiliki sembilan toko di kawasan Sokaraja, dan satu toko di perempatan Buntu, Kabupaten Banyumas.

LEBARAN merupakan masa-masa panen bagi keluarga Tohirin dan puluhan toko getuk goreng di kawasan Sokaraja. Delapan toko Tohirin tak pernah sepi, pembeli datang bergantian.

"Jika hari raya seperti ini, biasanya kami menambah produksi menjadi dua kali lipat. Dan, pasti habis," ujar Tohirin.
"Saya pernah akan mengganti besek itu dengan dus kertas. Biar inovatif. Tetapi, pembeli justru tidak mau," ujar Tohirin.

Sebenarnya, Tohirin ingin mengembangkan usahanya ke kota-kota lain. Namun, beberapa kali hal tersebut dicoba, namun hasilnya tidak menggembirakan. Orang tetap percaya, getuk di Sokaraja lebih enak dan getuk kota lain adalah palsu. Hal ini terbukti saat Tohirin bersama rekannya mencoba membuka cabang di Semarang. Konsumen ternyata tidak mempercayai bahwa toko getuk goreng tersebut merupakan cabang Sokaraja. "Semua mengira palsu, padahal spanduk dan label yang dipasang sama. Toko kami di Buntu juga tidak begitu ramai, cuma hari besar atau liburan saja dikunjungi banyak pembeli," ujar Tohirin.

Selain di Sokaraja, Tohirin memiliki pengalaman buruk yakni produknya dipalsu orang. Sehingga, pihaknya kini selektif dalam memilih dan melayani pesanan partai besar atau melayani pesanan sebuah toko. "Sebab, kunci keberhasilan saya adalah menjaga mutu dan kualitas getuk goreng," ujar Tohirin. Itu pula sebabnya, ia tidak pernah merasa tersaingi dengan munculnya toko-toko getuk yang baru di Sokaraja. (ana)


Sumber : http://www.kompas.com/kompas-cetak/0212/26/jateng/60264.htm

Tidak ada komentar: